FOKUS SULAWESI – Meskipun mampu menurunkan angka Stunting hingga 11,5 persen, namun kenyataannya kondisi tersebut tidak berbarengan dengan kasus kematian ibu dan bayi, yang masih ditemukan terjadi di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
“Kami menemukan ini belum sejalan dengan kematian ibu dan bayi, yang masih terjadi di Parigi Moutong,” ungkap Kepala Bidang Sosial Budaya pada Bappelidbangda Parigi Moutong, Abdul Sahid, Senin (31/05).
Hal itu membuktikan, kegiatan Stunting belum berpengaruh secara signifikan. Untuk itu, pihaknya akan melakukan evaluasi, dan mendeteksi penyebab-penyebabnya. Sebab, sesungguhnya jika terjadi penurunan angka Stunting, terjadi perbaikan gizi.
Pihaknya menilai, penanganan Stunting yang dilakukan belum merata keseluruhan bayi, kemungkinan karena banyak yang ditangani, hingga akhirnya ada beberapa keluarga yang belum tertangani dengan serius.
“Ini penyebabnya sangat kompleks. Kalau daerah yang tinggi angka Stunting, masih Moutong, makanya kami juga mengarah kesana,” ujarnya.
Penanganan Stunting sebaiknya dilakukan sejak dini, mulai dari remaja hingga menikah, dan siap mengandung.
Namun penyebab utama yang telah dirinci dan harus mendapatkan perhatian serius, adalah perubahan perilaku yang tidak merata. Sebab, Parigi Moutong memiliki wilayah yang terdiri dari pesisir pantai, pegunungan dan dataran. Kemudian, kesadaran masyarakat tentang pola hidup sehat, dan budaya tidak memasak air sebelum dikonsumsi.
Kemudian akses makanan bergizi yang belum merata, karena letak geografis. Kedepan, untuk terus menekan angka Stunting dengan target 9 persen ditahun 2022, persoalan itu harus dituntaskan.
“Apabila, ibu hamil atau bayi yang tinggal didataran rendah, akan mudah mendapatan bergizi seperti susu dan telur, tetapi yang tinggal di pegunungan kesulitan,” kata dia.
Meskipun demikian, penurunan angka Stunting 11,5 persen itu, telah memberikan kontribusi besar ke pemerintah provinsi, sebab target nasional untuk setiap provinsi 14 persen ditahun 2024. Opi